Apa Jadinya Jika Pemerintah Irak tak Minta Intervensi Lawan ISIS di Perang Teluk Ketiga?

Pasca mundurnya pasukan AS dan koalisi di 2011 dari Irak usai Perang Teluk II, segera intelijen AS mendirikan ISIS untuk saingi kekuatan politik Syiah yang mendominasi pasca jatuhnya Saddam Husein.

Perang Teluk I ditandai dengan intervensi AS untuk mendorong Saddam Husein membatalkan penjajahannya ke Kuwait usai perseteruan Kuwait dan Baghdad.

Sementara Perang Teluk II ditandai dengan melengserkan Saddam Husein dan kekuatan kalangan Sunni di Irak.

Uniknya jika pada Perang Teluk (Persia) I banyak negara Arab yang setuju dengan intervensi AS, namun di Perang Teluk II usaha untuk melengserkan Saddam Husein dilakukan tanpa dukungan penuh negara-negara Arab karena ini bertalian dengan preteks sepihak dari AS usai serang 911 ke AS yang diduga dilakukan Alqaeda dengan pimpinannya Osama bin Laden.

Jika versi I intervensi AS bersifat bantuan agar Saddam tidak semakin menjajah negara Arab lainnya setelah menguasai Kuwait, maka Perang Teluk II lebih pada 'hukuman' AS kepada semua negara-negara Arab.

Wajar jika AS sangat berambisi 'menciptakan' musuh baru di Irak dari kekuatan Syiah karena Iran sepertinya tidak cukup.

AS ingin menunjukkan bahwa penarikan pasukan dari Irak tidak serta merta membuat aman kawasan tersebut karena di balik layar CIA sedang bekerja untuk mengkondisikan lahirnya kekuatan baru bernama ISIS dengan angin baru bernama 'Musim Semi Arab'.

Husni Mubarak, Moammar Ghaddafi, Ben Ali dari Tunisia menjadi korban langsung dadi kebijakan tersebut.

Namun Bashar Al Assad di Suriah melakukan perlawanan yang akhirnya menimbulkan banyak korban jiwa di antara rakyatnya.

Saat AS di bawah Presiden Barack Obama seakan hadir menjadi penyelamat warga Arab dari Tirani, banyak warga Timur Tengah 'kecele' dan tidak 'Ngeh' di belakang itu ada niat buruk melahirkan ISIS agar jumlah korban dan kehancuran mendekati katastropik.

ISIS kemudian dikenal di media global dan 'mengejutkan' walau bukan menjadi kejuta dengan cepat menguasai beberapa bagian dari wilayah Suriah dan Irak.

Bahkan hampir mencapai Baghdad. Namun ntah mengapa, tapi sudah dapat diprediksi, tak merengsek ke wilayah Kurdistan yang menjadi sekutu AS.

Tujuan AS menciptakan ISIS akhirnya tercapai juga. Pemerintah Syiah Irak akhirnya mengumumkan telah meminta 'intervensi kembali' AS (dan Iran/dunia internasional) yang akhirnya menjadi 'Perang Teluk Ketiga'.

Mungkin sejak AS mengumumkan penarikan pasukan AS tahun 2011 dan intervensi tahun 2014, semua peralatan tempur mereka belum sebepuhnya diboyong balik kampung. Apakah dipinjamkan kepada ISIS?

Pertanyaannya, jika pemerintah Irak tidak meminta intervensi dari luar negeri, bagaimana wajah politik kawasan saat ini? Apakah ISIS akan berkuasa di Baghdad, Saudi, Kuwait dll? Jawabannya tentu sangat mungkin sekali.

Walau nantinya ISIS pun akan tetap 'ditutupbukukan' oleh kreatornya CIA namun, hanya tiga negara yang berhasil diporak-porandakan AS dan sekutu; Irak, Suriah dan Libya yang telah salah makan 'umpan ISIS' yang dipancing AS dkk.

Walau Edward Snowden dan Hillary Clinton sudah lama membongkar bahwa ISIS hanya 'buatan' AS dan mainan untuk mengobok-obok kawasan masih banyak pihak yang tak percaya.

Akhirnya dalam kampanye melawan Hillary Clinton, akhirnya Donald Trump yang akhirnya menjadi presiden saat itu membenarnya bahwa Hillary dan Obamalah yang menciptakan ISIS.

Lalu, setelah ISIS kalah, apakah pasukan AS akan mengundurkan diri dari kawasan; khususnya Irak dan Suriah? Jawabannya tentu tidak. Karena toh misi ISIS di balik layar sudah sukses membawa kembali pasukan AS bercokol di dua kawasan tersebut plus Libya.

Dalam perkembangan politik terakhir, kelompok milisi Syiah di Hasd Syabi dilaporkan kembali melakukan serangan ke pangkalan militer AS di Irak agar pasukan AS dan koalisi keluar dari kawasan.

Namun AS cuek dan tidak menggubris walau parlemen Irak sudah putuskan pasukan AS harus keluar dari Irak.

AS dan koalisi merasa harus berada di kawasan untuk melawan apa yang mereka ciptakan sendiri. Sesuatu hal yang ironis.

Seperrinya AS dan koalisi akan terus 'mempersekusi' kawasan Timur Tengah agar rakyatnya tidak bisa nyaman dan hidup tenang sehingga menimbulkan amarah dan emosi publik yang dapat dijadikan AS sebagai 'preteks' untuk semakin mengobok-obok politik kawasan.

Mentradisikan lingkaran kekejaman untuk menciptakan kebencian yang akan terus diputar-putar entah sampai kapan.

Posting Komentar

0 Komentar