Bila di Libya terdapat pemerintahan di Tripoli yang diakui dunia, namun 3/4 wilayah lainnya dikuasai oleh milisi LNA pimpinan Khalifa Haftar.
Secara de facto terdapat dua pemerintahan di Libya, yang berkedudukan di Tripoli dan pemerintakan militer di Tobruk/Benghazi.
Hal yang sama juga terjadi di Yaman antara pemerintahan Houthi di Sanaa dan pemerintahan yang diakui dunia di Aden.
Di Afghanistan juga terdapat pemerintahan yang sah Republik Islam Afghanistan di Kabul da pemerintahan Emirat Islam Afghanistan yang dipimpin Taliban.
Jika keduanya terus berseteru maka jumlah korban jiwa akan semakin banyak.
Ada baiknya keduanya meniru pola perdamaian Libya yang ditengahi PBB.
Keunikan konflik di Afghanistan ini adalah wilayah kekuasaan tidak terbali rata. Hanya pada kantong-kantong kekuasan masing-masing.
Pemerintahan Kabul bisa memberikan otonomi kepada wilayah Taliban sebagaimana pola perdamaian Bosnia Herzegovina atau mengajak Taliban berkoalisi dalam pemerintahan.
Taliban bisa menduduki tambahan jabatan Wakil Presiden atau kursi kabinet.
Posisi ini menjadi kendala bagi Kabul karena menganggap bahwa pemerintahan sekarang dibentuk dengan pemilu. Jika Taliban ingin bergabung di pemerintahan maka seharusnya ikut pemilu.
Namun Taliban bukan partai politik. Mereka adalah pemerintahan yang pernah berdiri sebelum invasi AS. Sehingga wajar justru mereka menganggap pemerintahan di Kabul hanya sebagai boneka.
Cara lain adalah dengan mempertahankan status quo. Kabul harus bisa ajak Taliban genjacatan senjata dan menghentikan patroli anti Taliban.
Taliban juga harus mematuhi dan tidak lagi menguasai atau merebut kembali wilayah-wilayah yang bukan wilayahnya saat ini.
Cara-cara damai harus didahulukan untuk menghindari lingkaran kekerasan yang tidak berkesudahan.
0 Komentar