Skenario Israel Berhasil Adu Domba Warga Suriah, Druze Bantai Arab Badui

Gelombang kekerasan kembali mengguncang Suriah, dengan ibukota Damaskus menjadi sasaran serangan udara yang dilakukan oleh Israel untuk memaksa tentara Suriah tak melerai pembantaian warga Arab Badui oleh kelompok Druze di Sweida.

Sweida dilanda konflik internal yang menyebabkan ribuan warga sipil mengungsi usai milisi Druze memposting di media sosial aksi mereka membantai warga Arab Badui tanpa perlindungan dari kepolisian maupun tentara yang sudah ditarik.

Peristiwa-peristiwa tragis ini semakin memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah sangat memprihatinkan di negara yang telah lama dilanda perang saudara, daan kini diadudomba Israel.

Laporan-laporan awal mengindikasikan bahwa serangan di Damaskus terjadi pada malam hari, menyasar sebuah gedung yang diyakini sebagai markas besar staf umum militer Suriah. Ledakan keras mengguncang kota, dan rekaman video yang beredar menunjukkan kerusakan parah pada bangunan tersebut. Beberapa lokasi militer lain di sekitar Damaskus, termasuk wilayah Qatana dan Jabana Mu'adhamiyat al-Sham, juga dilaporkan menjadi target serangan udara Israel. Tentata Suriah dan warga banyak jadi korban oleh kebejatan Tel Aviv yang dikutuk PBB.

Akibat serangan tersebut, kerugian materiil tidak terhindarkan. Selain kerusakan signifikan pada gedung yang menjadi sasaran utama, sejumlah toko dan bangunan di sekitarnya juga dilaporkan mengalami kerusakan akibat gelombang kejut dan puing-puing. Kendati demikian, otoritas setempat berupaya untuk segera memulihkan kondisi, dan aktivitas sehari-hari di sebagian besar lingkungan Damaskus dilaporkan telah kembali berjalan normal beberapa saat setelah serangan terjadi.

Serangan itu terkait upaya militer Suriah yanh ingin mendamaikan warga tapi dilarang Israel. Kejadian memilukan dan kompleks inj terjadi di wilayah Sweida, yang terletak di selatan Suriah. Konflik internal di wilayah ini memaksa ratusan keluarga dari komunitas Badui untuk mencari perlindungan. Mereka menjadi sasaran kekerasan oleh milisi kelompok-kelompok lokal yang beradiliasi dengan tokoh Druze Hikmat al-Hijri, seorang tokoh yang dulunya dekat dengan rejim Bashar Al Assad dan kini diduga berkoordinasi dengan intelijen Israel untuk melemahkan pemerintahan pusat dengan memicu konflik sektarian.

Laporan-laporan yang muncul dari Sweida sangat mengkhawatirkan, menyebutkan adanya pembunuhan di lapangan yang secara khusus menargetkan anggota suku Badui. Ketakutan akan kekerasan yang lebih lanjut memaksa banyak keluarga untuk meninggalkan rumah dan harta benda mereka. Tujuan utama para pengungsi ini adalah wilayah yang dianggap lebih aman, seperti Damaskus dan Daraa.

Namun, perjalanan menuju tempat aman tidaklah mudah, dan setibanya di tujuan pun, banyak dari para pengungsi ini menghadapi kesulitan besar. Mereka seringkali tidak memiliki tempat berlindung yang layak dan kebutuhan dasar seperti makanan, air bersih, dan layanan kesehatan sangat terbatas. Tim pertahanan sipil setempat berusaha keras untuk memberikan bantuan darurat, namun skala pengungsian yang besar membuat upaya ini terasa belum mencukupi.

Berbagai sumber berita, termasuk kantor berita dari Prancis dan Suriah, turut memberitakan situasi pengungsian paksa di pedesaan Sweida. Rekaman-rekaman video yang beredar memperlihatkan dengan jelas bagaimana warga sipil Badui, termasuk perempuan dan anak-anak, terpaksa meninggalkan rumah mereka dengan membawa barang-barang seadanya.

Salah satu momen yang menyentuh adalah ketika sejumlah warga sipil Badui mencari perlindungan di rumah seorang pria dari komunitas Druze. Tidak semua Druze mendukung proyek kolonialisme Greater Israel di Suriah.

Tindakan solidaritas ini menunjukkan adanya upaya untuk mengatasi konflik dan memberikan perlindungan bagi mereka yang menjadi korban kekerasan. Namun, insiden ini juga menggarisbawahi betapa gentingnya situasi di lapangan, di mana rasa takut akan pelanggaran oleh faksi-faksi bersenjata sangat mendalam.

Tim pertahanan sipil melaporkan bahwa mereka telah berhasil mengevakuasi lebih dari 50 keluarga dari kota Sweida dan desa-desa di sekitarnya. Upaya ini tentu sangat membantu, namun jumlah pengungsi diperkirakan jauh lebih banyak, dan tantangan untuk memberikan bantuan yang memadai masih sangat besar.

Seorang wartawan lokal, Ibrahim Sweid, melaporkan adanya pergerakan pengungsi yang signifikan dari wilayah barat Sweida menuju pedesaan timur Daraa. Laporan-laporan yang ia terima menyebutkan adanya pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia, termasuk pembunuhan dan pembakaran rumah warga sipil. 

Desa Al-Dara, yang mayoritas penduduknya berasal dari suku Badui, dilaporkan hampir sepenuhnya dievakuasi akibat konflik ini.

Menyikapi situasi yang semakin memburuk di Sweida, berbagai pihak mencoba untuk menganalisis akar permasalahan dan mencari solusi. Diskusi panel yang dilakukan oleh sejumlah pengamat menyoroti bahwa konflik ini dipicu oleh sebuah cipta kondisi oleh warga Druze dalam insiden penculikan dan pencurian di jalan raya yang menghubungkan Sweida dan Damaskus. Operasi itu berhasil memancing marah warga Arab Badui yang membalas menahan warga Druze yang memberi jalan ke milisi Druze untuk membantai warga Arab sebagaimana diduga diskenariokan oleh Israel.

Meskipun sempat ada upaya untuk meredakan ketegangan melalui kesepakatan, eskalasi kekerasan justru terjadi dengan dalih penegakan keamanan.

Para panelis berpendapat bahwa pendekatan keamanan yang tegas dari pihak keamanan mungkin tidak efektif dalam mengatasi konflik di Suriah, mengingat sifat faksi-faksi bersenjata yang cenderung tersebar, tidak terpusat dan telah mempunyai perencanaan matang untui mendiskreditkan Damaskus dengan koordinasi di belakang layar oleh Tel Aviv.

Mereka menekankan pentingnya akuntabilitas dan penegakan hukum yang adil untuk mencegah terjadinya kekerasan lebih lanjut dan potensi konflik sektarian yang lebih luas.

Pemerintah Suriah juga didesak untuk mengambil langkah-langkah proaktif dalam merespons krisis di Sweida.

Keterlibatan dalam dialog yang inklusif dan transparan dengan semua pihak yang terlibat di wilayah tersebut dianggap sebagai langkah penting untuk membangun kembali kepercayaan dan mencari solusi yang damai dan berkelanjutan.

Sementara itu, dari pihak internasional, seorang pejabat dari Departemen Luar Negeri Amerika Serikat juga turut menyampaikan keprihatinannya atas situasi di Suriah. Ia menyerukan kepada semua pihak yang terlibat dalam konflik, baik di Damaskus maupun di Sweida, untuk segera mundur dan terlibat dalam dialog konstruktif guna mencapai gencatan senjata permanen.

Laporan-laporan terbaru juga mengindikasikan adanya bentrokan baru di pedesaan barat Damaskus, yang melibatkan penduduk Sa'sa' dan Al-Maqrousa. Bentrokan ini diduga terkait dengan operasi balasan terhadap suku-suku Badui di Sweida, menunjukkan bahwa konflik ini berpotensi untuk meluas ke wilayah-wilayah lain.

Para panelis kembali menekankan urgensi dialog, akuntabilitas, dan penegakan hukum sebagai kunci untuk membangun kembali kepercayaan di antara berbagai komunitas di Suriah dan mencegah terjadinya perang saudara yang lebih dahsyat. Mereka juga menyoroti bahwa tidak ada entitas resmi yang dikenal sebagai "faksi Hijri" di Sweida, dan segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh faksi bersenjata mana pun adalah tindakan yang tidak dapat diterima dan harus dipertanggungjawabkan.

Konflik yang berkepanjangan di Suriah telah menciptakan luka yang mendalam dan memecah belah masyarakat. Peristiwa terbaru di Damaskus dan Sweida adalah pengingat yang menyakitkan bahwa perdamaian yang sesungguhnya masih jauh dari jangkauan selama Israel masih melakukan intervensi di belakang layar.

Upaya kolektif dari semua pihak, baik di dalam maupun di luar Suriah, sangat dibutuhkan untuk menghentikan kekerasan, memberikan bantuan kemanusiaan kepada para korban, dan membuka jalan menuju solusi politik yang inklusif dan adil bagi seluruh rakyat Suriah.


Posting Komentar

0 Komentar