Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez, kembali menarik perhatian dunia internasional dengan pernyataannya yang keras terhadap tindakan militer Israel di Gaza. Dalam pertemuan menjelang KTT Uni Eropa di Brussel, Sanchez menyebut situasi yang terjadi di Gaza sebagai “bencana genosida” dan mendesak agar Uni Eropa segera menghentikan kerja sama perdagangannya dengan Israel. Sikap ini menjadi kecaman paling tajam dari seorang pemimpin Eropa terhadap agresi Israel sejak konflik Gaza kembali meletus pada Oktober 2023.
Sanchez mengutip laporan terbaru dari dinas diplomatik Uni Eropa yang menyoroti pelanggaran hak asasi manusia berat di wilayah Palestina. Dalam laporan tersebut terdapat indikasi kuat bahwa Israel telah melanggar kewajiban-kewajiban HAM yang menjadi syarat dasar dalam perjanjian asosiasi antara Uni Eropa dan Israel. Laporan ini mencakup blokade bantuan kemanusiaan, jatuhnya korban sipil dalam jumlah besar, serangan terhadap jurnalis, dan kehancuran luas akibat perang.
Pernyataan Sanchez disampaikan dengan nada tegas. Ia menyebut bahwa pelanggaran yang dilakukan Israel sudah terlalu jelas untuk diabaikan. Oleh karena itu, menurutnya tidak masuk akal jika Uni Eropa telah menjatuhkan sanksi terhadap Rusia sebanyak 18 kali atas invasi ke Ukraina, namun tidak mengambil langkah apa pun terhadap Israel. Ia pun menyebut adanya standar ganda yang merusak kredibilitas moral dan politik blok tersebut.
Meskipun demikian, wacana penghentian kerja sama antara Uni Eropa dan Israel dipandang tidak mudah untuk terwujud. Dalam mekanisme pengambilan keputusan Uni Eropa, penghentian perjanjian asosiasi hanya dapat dilakukan melalui suara bulat seluruh anggota. Fakta bahwa negara-negara Eropa masih terbelah dalam menyikapi konflik Israel-Palestina menjadikan langkah tersebut sangat sulit dicapai secara politik.
Di tengah tekanan diplomatik ini, situasi di Gaza terus memburuk. Data dari Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas mencatat lebih dari 56 ribu warga Palestina tewas sejak operasi balasan Israel dimulai. Sebagian besar korban adalah warga sipil, termasuk anak-anak dan perempuan. Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan bahwa angka ini dapat dipertanggungjawabkan dan mencerminkan besarnya skala kekerasan yang terjadi.
Sementara itu, warga Palestina yang selalu menjadi korban genosida Israel sejak peristiwa Al Nakba, terus mengalami perlakuan yang sama sampai kini karena tuntutan kemerdekaan selalu digagalkan melalui berbagai perundingan.
Pernyataan Sanchez muncul di saat berbagai negara Eropa mulai memperdebatkan kembali posisi mereka dalam konflik ini. Spanyol menjadi negara Eropa barat pertama yang secara terbuka menyebut tindakan Israel sebagai bentuk genosida, sementara negara-negara lain masih menggunakan istilah-istilah diplomatik yang lebih hati-hati. Langkah ini mencerminkan perubahan arus opini publik di Eropa yang semakin simpati terhadap penderitaan rakyat Palestina.
Di sisi lain, dinamika politik di Amerika Serikat juga menambah panas suasana. Presiden AS Donald Trump, dalam komentarnya baru-baru ini, menegaskan bahwa AS telah menyelamatkan Israel dan akan kembali menyelamatkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Ia bahkan menyebut telah “melalui neraka” bersama Netanyahu dalam menghadapi serangan terhadap target nuklir di Iran. Pernyataan ini semakin mengaburkan garis antara kepentingan pribadi politik dan posisi resmi dalam hubungan internasional.
Netanyahu sendiri sedang menghadapi proses hukum atas dugaan korupsi yang sudah berlangsung selama beberapa tahun. Israel sebagai negara juga menjadi tersangka genosida di lembaga hukum internasional, kasus-kasus hukum yang menjeratnya semakin membayangi kredibilitas politiknya, baik di dalam negeri maupun di panggung global. Keberpihakan Trump terhadap Netanyahu dalam konteks ini dinilai oleh banyak pengamat sebagai langkah politis untuk menyelamatkan figur yang semakin kontroversial.
Baru-baru ini, AS menjatuhkan sanksi pada hakim Pengadilan Kriminal Internasional terkait investigasi genosida Israel.
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menyatakan akan membekukan aset-aset milik empat hakim Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) yang berada di wilayah AS sebagai respons atas penyelidikan tribunal tersebut terhadap dugaan kejahatan perang yang dilakukan Israel di Gaza dan Tepi Barat.
Kembali ke Eropa, tekanan terhadap Israel tak hanya datang dari Spanyol. Beberapa parlemen nasional di Eropa telah menyerukan pengakuan negara Palestina dan menuntut pengakhiran penjajahan Israel di wilayah Tepi Barat. Namun, desakan ini belum berhasil menciptakan langkah konkret di level Uni Eropa karena fragmentasi posisi antarnegara anggota.
Masyarakat sipil di Eropa, termasuk mahasiswa, organisasi HAM, dan tokoh agama, terus meningkatkan tekanan moral terhadap pemerintah masing-masing untuk bertindak lebih tegas. Aksi boikot produk Israel, demonstrasi besar-besaran, hingga kampanye media sosial menjadi bagian dari gelombang solidaritas terhadap Gaza yang terus membesar di benua biru.
Dalam konteks ini, posisi Spanyol di bawah kepemimpinan Pedro Sanchez dinilai progresif dan mencerminkan keinginan untuk mengembalikan etika dan prinsip hak asasi manusia sebagai dasar kebijakan luar negeri. Ia telah berulang kali menyerukan agar Palestina diberi tempat sah di komunitas internasional, termasuk pengakuan terhadap kedaulatannya secara penuh.
Pernyataan Sanchez juga menjadi ujian moral bagi negara-negara Uni Eropa lainnya: apakah mereka siap mengambil tindakan nyata, atau tetap berada dalam posisi pasif karena pertimbangan ekonomi dan aliansi geopolitik. Banyak yang percaya bahwa langkah Spanyol ini bisa menjadi pemantik untuk diskusi yang lebih serius dalam diplomasi Eropa ke depan.
Keputusan untuk menangguhkan kerja sama ekonomi dengan Israel, jika berhasil, akan menjadi preseden penting dalam sejarah hubungan internasional. Ini menandakan bahwa pelanggaran hak asasi manusia tidak bisa ditoleransi, terlepas dari siapa pelakunya dan di mana lokasinya. Jika langkah ini diikuti oleh negara-negara lain, maka dampaknya bisa sangat signifikan bagi Israel secara ekonomi dan politik.
Gaza hari ini adalah cermin bagi dunia: apakah akan tetap membiarkan kekerasan berulang atau belajar dari sejarah untuk menghentikannya. Dalam suasana seperti ini, suara lantang dari seorang pemimpin seperti Pedro Sanchez bukan hanya simbol politik, tetapi juga seruan kemanusiaan. Dunia menunggu, apakah kata-kata itu akan berubah menjadi tindakan nyata.
0 Komentar