Hasilnya suara parpol yang pro perdamaian dengan Palestina selalu kalah walau mengusung two states solution.
Hasilnya partai oposisi dilaporkan berhasil membentuk pemerintahan yang jika diberi kepercayaan oleh parlemen maka akan memgakhiri pemerintahan haus darah Netanyahu. Walau calon pengganti dilaporkan malah ingin menjajah sepenuhnya Palestina.
Sementara di Lebanon politiknya agak semeraut. Mengingat negara ini mempunyai konvensi bahwa Presiden harus dijabat oleh Kristen Maronit, PM oleh Sunni dan Ketua Parlemen oleh Syiah.
Hal itu muncul karena saat kemerdekaan, tercatat warga Sunni menjadi mayoritas sehingga mendapat kursi PM disusul Syiah dan Kristen. Islam mayoritas di Lebanon sekitar 70 persen.
Hal yang sama sekarang terjadi di Irak. Walau kalangan Sunni merupakan mayoritas 60 persen, namun 40 persennya merupakan Syiah yang mendapat kursi PM. Sementara 30 persen Kurdi Sunni mendapat kursi Presiden dan Sunni Arab sebagai ketua Parlemen.
Pembentukan pemerintahan di Irak oleh PM benar-benar hak prerogatifnya sehingga lebih mudah sebagaimana di Israel.
Sementara di Lebanon, karena warga Muslim Sunninya malah menurun membuat posisi PM menjadi lebih labil.
Jumlah warga Muslim Sunni di Lebanon menurun karena banyak kawin mawin dengan Syiah dan menjadi Syiah. Kini Syiah di Lebanon sudah mayoritas mengalahkan populasi Sunni.
Populasi Kristen juga meningkat karena banyak orang Kristen yang menikah dengan warga pengungsi Palestina yang Kristen dan menjadi warga Lebanon.
Sementara warga Sunni Lebanon dihalangi atau mendapat kesulitan menikah dengan warga pengungsi Palestina, khususnya saat mendapat kewarganegaraan.
Perubahan demografi ini menghasilkan perubahan kekuatan partai dari tokoh Islam. Pemilih parpol Saat Hariri hanya 20 persen.
Namun karena konvensi Saad Hariri harus menjadi PM. Bahkan sebelumnya partai presiden dan ketua parlemen bersekongkong mengangkat teknokrat Sunni non parpol jadi PM yang membuat pemerintahan berjalanan sangat labil.
Kini Saad Hariri kembali menjadi PM namun hak prerogatifnya di potong dari belakang oleh presiden yang ngotot agar menantunya menjadi Menteri Dalam Negeri.
Padahal Presiden sebagai kepala negara sudah punya hak prerogatif sendiri memgangkat Panglima militer yang pasti dipilih adalah orang Kristen.
Sikap presiden yang tak menghargai hak prerogatif PM sebagai kepala pemerintahan membuat pembentukan kabinet selalu gagal.
Partai Kristen milik presiden mengancam akan melakukan mosi tidak percaya di Parlemen yang akan didukung Syiah karena keduanya berada dalam koalisi yang sama di pemilu.
Itu penyebabnya sampai sekarang Saad Hariri selalu gagal membentuk kabinet.
0 Komentar