Untuk menyatukan pandangan semua kelompok itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk super parlemen di Jenewa yang terdiri dari 50 perwakilan rejim, 50 perwakilan oposisi yang diwakili SNC/SIG dan 50 perwakilan yang ditunjuk PBB mewakili yang lainnya.
Utusan khusus PBB Geir Pedersen dapat disebut secara de facto 'presiden'-nya Suriah karena diadalah yang mengimplementasikan hasil dari super parlemen yang disebut dengan istilah Komite Konstitusi tersebut.
Semua pihak setuju dengan terbentuknya badan tersebut kecuali SDC/SDF yang menguasai 1/3 wilayah Suriah. Mereka tidak puas dengan hanya diwakili oleh 50 anggota sipil yang ditunjuk oleh PBB.
Sementara itu pemerintahan SG di Idlib belum pernah mengemukakan pendapat setuju atau tidak setuju dengan lembaga tersebut.
Di antara kendala dari komite kontitusi ini adalah tidak mempunyai 'gigi' dalam implementasinya.
Sebagaimana di Libya, PBB juga mempunyai semacam badan untuk menyatukan pendapat yang bertikai dengan nama 5+5.
Lima anggota militer yang mewakili Tripoli dan lima lagi dari Tobruk/Benghazi.
Hasilnya, lembaga ini berhasil membentuk pemerintahan persatuan dan diikuti oleh pemain lapangan karena semuanya diwakili militer.
Halangan kedua adalah bahwa rejim Bashar Al Assad membuat syarat bahwa sanksi ekonomi yang diterapkan oleh AS ke Suriah harus dihapuskan.
Syarat ini sulit dikabulkan oleh PBB karena yang memberikan sanksi tersebut adalah AS dan koalisi bukan lembaga PBB.
Sanksi seperti pengakuan AS bertujuan untuk 'melemahkan' posisi Assad tapi kenyataannya malah menyengsarakan rakyat.
Pihak oposisi juga membuat syarat yang gak cukup sulit. Masa depan Suriah harus tanpa Assad.
Permintaan ini sulit dikabulkan rejim karena sama saja menihilkan eksistensi mereka.
Sampai sekarang belum ada hasil yang konkrit yang dibuat 'super parlemen' ini karena jikapun ada, tidak diketahui siapa yang akan menerapkan hasil keputusan tersebut di lapangan.
0 Komentar