Namun kemenangan itu tidak berlangsung lama karena 1. Kelompok Kurdi YPG yang saat itu hanya cabang PKK di Suriah mulai menguat dan rebut kembali wilayah FSA. 2. Lahirnya ISIS yang datang dari Irak dan mengusir FSA dari Raqqa dan Deir Ezzour yang kaya migas, 3. Rejim terus melakukan perlawanan dengan dukungan Iran dan Rusia yang akhirnya mampu kuasai kembali wilayah FSA khususnya wilayah dekat Damaskus dan yang ke-4; meluasnya pertempuran antara sesama faksi FSA yang terbagi atas tiga kelompok a. Kelompok yang loyal ke pimpinan oposisi SNC dan sekarang menjadi SNA b. Kelompok yang tak loyal dengan struktur kepemimpinan SNC tapi tak dirikan organisasi/pemerintahan tandingan level nasional. Sebagian sudah kalah dan pindah ke Idlib, sebagian rekonsiliasi dan gabung dengan pasukan Assad seperti kasus Daraa dan sisanya sekarang menjadi kamp pengungsi dengan pemerintahan semi otonom seperti di Al Rukban dan c. Kelompok yang memisahkan diri dari SNC dan mendirikan pemerintahan level nasional SG di Idlib.
Praktis FSA hancur lebur dengan tiga faktor di atas.
Kini ISIS di Suriah sudah tidak ada, wilayahnya dibagi rejim Bashar Al Assad dan SDF. SDF yang dikendalikan YPG Kurdi paling beruntung dengan menguasai 70 persen cadangan migas.
Kini FSA yang berubah nama menjadi SNA hanya menguasai daerah di Suriah Utara berbatasan dengan Turki.
Mereka juga mempunyai wilayah di Idlib tapi hanya dalam kantong-kantong kecil di bawah penguasaan SG dan pasukannya.
Wilayah Al Bab dan Azaz dikuasai dari tangan ISIS, sementara Afrin, Ras Al Ayn dll dikuasai dari SDF.
Pasukan SNA kini dapat disebut yang terlemah di antara pemerintahan lainnya. Rejim dan SDF mempunyai kekuatan yang seimbang walau Bashar Al Assad didukung oleh Iran, Rusia dan eks FSA hasil rekonsiliasi. Sementara SDF didukung oleh koalisi AS dkk dibantu oleh eks FSA, eks ISIS dab beberapa defector dari pasukan rejim.
Pasukan SG yang dikoordinasikan oleh HTS, dan dianggap aset oleh AS, menjadi kekuatan ketiga terbesar karena menguasai Idlib dan satu pintu perbatasan dengan Turki.
Sementara SIG induk SNA tidak menguasai satupun wilayah ibukota provinsi dan hanya kuasai daerah setingkat kabupaten yakni Afrin dan itupun tidak secara keseluruhan.
Kebanyakan wilayah yang mereka kuasai setingkat kecamatan dan desa di perbatasan antara Suriah dan Turki dan menjadi pusat pengungsi terbesar.
0 Komentar