Jika dilihat secara perbandingan, ekonomi Suriah saat ini mirip ketika Uni Soviet baru runtuh, dengan lahirnya miliarder baru dengan gaya oligarki.
Bedanya, para oligarki di Rusia yang baru itu menjadi 'pemulung' BUMN yang sakit atau non operasional menyusul ambruknya Uni Soviet. Sementara oligarki Suriah 'memulung' apa yang ditinggalkan pengungsi.
Jika di Uni Soviet yang menerapkan komunisme maka pada saat keruntuhan otomatis semua rakyat, kecuali pejabat, menjadi miskin. Lalu tumbuh para calo atau oligarki yang tiba-tiba melesat jauh menjadi miliarder.
Di Suriah, saat konflik terjadi hampir semua kelompok menengahnya mengungsi dan otomatis menjadi miskin. Dan yang tidak mengungsi juga jatuh ke level miskin karena ekonomi tidak berjalan.
Namun, kelompok miliarder Suriah yang sudah kaya sebelum konflik juga bertambah kaya. Bahkan jumlah orang kaya atau jutawan Suriah bertambah dari lahirnya oligarki baru dari kelompok miskin tersebut.
Bisnis para miliarder lama tentu kena imbas konflik. Tapi mereka malah menemukan sumber penghasilan baru dengan membentuk milisi untuk pungli.
Bisnis UKM milik kelompok menengah menjadi vakum karena pelaku usaha kebanyakan mengungsi sehingga 'monopoli' miliarder semakin kuat.
Kelompok oligarki juga muncul dengan mengolah atau malah mencuri rumah-rumah pengungsi yang belum kembali.
Bahkan jika pemilik rumah kembali, mereka harus menyetor uang keamanann yang jumlahnya tidak kecil.
Uniknya, Bashar Al Assad hanya mempersulit warga kecil untuk kembali ke rumah masing-masing. Sementara kaum oligarki yang punya dana besar bebas beroperasi meski status mereka juga mengungsi di Turki, Dubai, Mesir dan lain sebagainya.
Walaupun Suriah dikenai sanksi oleh AS, namun keberadaan Iran dan apalagi Rusia membuat banyak oligarki tak takut investasi besar-besaran di wilayah Assad karena memang memiliki penguasaan wilayah yang paling besar, 60 persen lebih.
Sementara jika berbisnis di wilayah SG dan SIG malah risikonya lebih tinggi karena tidak memiliki pengakuan oleh luar. Apalagi jumlah penduduk di wilayah yang dikuasai pemerintahan itu sangat kecil, yang banyak malah pengungsi.
Dan berbisnis di wilayah SDC/SDF/AANES juga kurang lebih kurang menarik karena selain belum ada pengakuan juga tidak akan bisa berbisnis sebrutal di wilayah Assad.
Cepat kaya dengan cara 'brutal' hampir mirip dengan Rusia baru pasa Uni Soviet sebelum dipimpin Vladimir Putin.
Akan beda halnya jika Assad mengijinkan dan mempermudah 5 jutaan pengungsi kembali ke rumah masing-masing. Maka para oligarki tak akan punya pemasukan dari pungli atau menjarah rumah pengungsi yang ditinggal.
Para miliarder tidak akan mudah memonopoli pasar. Dan mungkin saja Assad bakal bangkrut untuk membiayai rekonstruksi rumah-rumah warga yang rusak.
0 Komentar