Albanese: AS Lindungi Pelanggar HAM Israel

Pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk isu Palestina, Francesca Albanese, mengecam keras keputusan Amerika Serikat yang menjatuhkan sanksi terhadap dirinya menyusul kritik yang ia sampaikan terkait aksi militer Israel di Gaza. Dalam wawancara dengan Al Jazeera, Albanese menyebut tindakan Washington sebagai “obscene” atau menjijikkan, yang menurutnya bertujuan untuk membungkam suara keadilan dalam konflik yang terus merenggut ribuan nyawa warga sipil Palestina.

Francesca Albanese, yang menjabat sebagai Pelapor Khusus PBB untuk wilayah Palestina yang diduduki, menegaskan bahwa sanksi tersebut adalah bentuk pembalasan atas upaya penegakan hukum dan prinsip-prinsip hak asasi manusia internasional. Ia menilai keputusan Amerika bukan hanya mencederai kredibilitasnya sebagai pejabat independen PBB, tetapi juga sebagai serangan langsung terhadap prinsip kebebasan berekspresi dan tanggung jawab moral komunitas internasional.

Dalam pernyataannya, Albanese menyoroti bahwa dirinya tidak melakukan apa pun selain menjalankan mandat dari Dewan HAM PBB untuk menyelidiki dan melaporkan kondisi hak asasi manusia di Palestina, termasuk genosida yang terjadi sejak invasi besar-besaran Israel ke Gaza pada Oktober 2023. Ia menuding AS telah mengubah posisi globalnya dari “penjamin hukum internasional” menjadi aktor politik yang melindungi impunitas pelanggar HAM.

Albanese mengaku tidak terkejut, namun tetap terguncang atas kenyataan bahwa pemerintah AS—yang selalu mengklaim diri sebagai penjaga demokrasi dan HAM—justru menjatuhkan sanksi kepada seorang pelapor khusus PBB hanya karena mengungkapkan hasil temuan lapangan yang menyakitkan bagi sekutunya. Ia mengatakan, "Jika menyuarakan kebenaran dianggap sebagai ancaman, maka dunia sedang berada di jalan yang salah."

Sanksi yang dikenakan terhadap Francesca Albanese termasuk pembekuan aset dan larangan perjalanan ke wilayah AS, meskipun ia tidak pernah secara aktif melakukan kegiatan politik di negara tersebut. Pemerintah AS menuding Albanese sebagai “pihak yang memperkeruh situasi” dan menuduhnya menunjukkan bias terhadap Israel, sebuah tuduhan yang secara tegas ia bantah.

Dalam laporannya kepada Dewan HAM PBB pada Maret 2024, Albanese menyebut operasi militer Israel di Gaza sebagai “pemusnahan kolektif” dan menyatakan ada “indikasi kuat terjadinya kejahatan genosida.” Pernyataan ini memicu kemarahan dari pihak Israel dan pendukung utamanya, termasuk AS, yang sejak awal membela tindakan militer Tel Aviv sebagai bentuk pembelaan diri.

Sejumlah organisasi HAM internasional telah menyatakan dukungannya terhadap Francesca Albanese. Human Rights Watch dan Amnesty International menilai sanksi AS sebagai langkah represif yang berbahaya, yang bisa membungkam kerja-kerja pengawasan hak asasi manusia secara global. Mereka menilai tindakan ini menjadi preseden buruk dalam hubungan antara negara-negara besar dan lembaga independen PBB.

Konflik Gaza sendiri telah menyebabkan lebih dari 90 ribu korban jiwa, mayoritas di antaranya adalah perempuan dan anak-anak, menurut data dari Kementerian Kesehatan Gaza. Serangan udara dan blokade total yang diberlakukan Israel sejak Oktober 2023 telah melumpuhkan infrastruktur, rumah sakit, serta fasilitas pendidikan, menciptakan bencana kemanusiaan terburuk sejak awal abad ke-21.

Albanese dalam berbagai kesempatan selalu menyuarakan pentingnya akuntabilitas dan penghormatan terhadap hukum humaniter internasional. Ia menegaskan bahwa semua negara, termasuk Israel dan sekutu-sekutunya, harus tunduk pada norma-norma yang melindungi warga sipil dalam situasi konflik bersenjata. "Tidak ada negara yang boleh berada di atas hukum," ujarnya dalam konferensi pers terakhirnya di Jenewa.

Namun tekanan terhadap dirinya bukan hanya datang dari AS. Albanese menyebut bahwa sejak pertama kali ditunjuk sebagai pelapor khusus, ia telah menerima berbagai ancaman, termasuk serangan siber dan kampanye disinformasi. Hal ini memperlihatkan bahwa narasi HAM dan keadilan masih menghadapi perlawanan keras dari berbagai pihak yang berkepentingan.

Meskipun begitu, Francesca Albanese menyatakan tidak akan mundur dari tugasnya. Ia berkomitmen untuk terus melaporkan fakta-fakta lapangan dan bersuara bagi rakyat Palestina yang selama puluhan tahun hidup dalam penjajahan, blokade, dan diskriminasi sistematis. Ia mengajak komunitas internasional untuk tidak tinggal diam dalam menghadapi penderitaan jutaan manusia yang terus berlangsung setiap hari.

Reaksi dari dalam PBB pun mulai bermunculan. Sejumlah diplomat dari negara-negara berkembang menyayangkan langkah AS yang dianggap melemahkan peran lembaga internasional. Mereka menuntut perlindungan lebih bagi pelapor khusus agar bisa bekerja tanpa ancaman politik dari negara-negara adidaya.

PBB sendiri belum mengeluarkan pernyataan resmi yang mengecam sanksi AS tersebut, namun Sekretaris Jenderal António Guterres dikabarkan telah meminta laporan internal mengenai dampak sanksi terhadap kebebasan kerja para pelapor khusus. Beberapa anggota Dewan HAM juga menyerukan penyelidikan independen atas tindakan Washington terhadap Albanese.

Ketegangan ini menjadi sorotan luas dalam debat global mengenai kebebasan bersuara dan netralitas lembaga internasional. Pengamat menilai bahwa jika langkah AS ini dibiarkan tanpa koreksi, maka akan muncul kecenderungan negara-negara kuat lainnya untuk menekan pejabat PBB yang tidak sejalan dengan kebijakan luar negeri mereka.

Sementara itu, kelompok masyarakat sipil Palestina menyambut dukungan Albanese sebagai bukti bahwa masih ada suara di dunia yang tidak tunduk pada tekanan kekuasaan. Mereka menganggap laporan-laporan Albanese sebagai “cermin kebenaran” yang memperlihatkan wajah nyata dari penderitaan di Gaza, yang selama ini dibungkam atau dikaburkan oleh propaganda media besar.

Konflik Gaza dan reaksi terhadapnya telah membuka luka lama dalam hubungan antara negara-negara Global South dengan Barat, terutama dalam isu keadilan internasional dan standar ganda dalam penerapan hukum humaniter. Kasus Albanese bisa menjadi ujian moral bagi komunitas global: apakah mereka akan membiarkan independensi PBB dikorbankan demi kepentingan geopolitik?

Pada akhirnya, peristiwa ini bukan hanya soal satu pakar PBB yang dikenai sanksi, melainkan tentang masa depan peran lembaga internasional dalam menjaga hak asasi manusia dan keadilan global. Dunia akan menyaksikan apakah keadilan bisa tetap hidup dalam dunia yang penuh tekanan politik dan kekuasaan sepihak.

Francesca Albanese kini menjadi simbol dari perlawanan moral terhadap politik pembungkaman. Meski menghadapi berbagai risiko, ia tetap berdiri tegak, membawa pesan bahwa suara kebenaran tak bisa dibungkam oleh sanksi, dan bahwa dunia tidak boleh menyerah pada ketidakadilan yang dibungkus kekuasaan.

Posting Komentar

0 Komentar