1. Banda Aceh – Dili – Gaya kepemimpinan para tokoh di wilayah bekas konflik seperti Aceh dan Timor Leste menarik untuk dianalisis, terlebih dalam konteks pasca-konflik dan pembangunan. Dua tokoh penting yang mencuat adalah Muzakir Manaf, mantan Gubernur Aceh, dan Xanana Gusmao, Perdana Menteri Timor Leste. Keduanya berasal dari latar belakang perjuangan bersenjata dan bertransformasi menjadi pemimpin politik.
2. Muzakir Manaf atau akrab disapa Mualem, adalah mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang kemudian terjun ke dunia politik pasca-MoU Helsinki melalui partai lokal. Gaya kepemimpinan Mualem dikenal karismatik dan berakar kuat pada jaringan lokal eks kombatan serta masyarakat adat Aceh. Ia lebih banyak menggunakan pendekatan emosional dan solidaritas sejarah dalam mengelola pemerintahannya.
3. Berbeda dengan Mualem, Xanana Gusmao dikenal sebagai figur negarawan yang membawa aura persatuan dan diplomasi. Sebagai pemimpin perlawanan Timor Leste, Xanana menampilkan gaya kepemimpinan inklusif dan pragmatis. Ia juga memiliki pengaruh kuat dalam membentuk struktur politik modern Timor Leste.
4. Malik Mahmud Al Haytar, sebagai Wali Nanggroe Aceh, memainkan peran simbolik dan adat. Ia bertindak sebagai pemersatu rakyat Aceh dalam ranah budaya dan sosial. Kewenangan Malik Mahmud lebih bersifat moral dan adat istiadat, tidak langsung ke dalam pemerintahan eksekutif.
5. Sementara itu, di Timor Leste, Presiden José Ramos-Horta memegang peran sebagai kepala negara dengan kewenangan signifikan dalam diplomasi dan kebijakan nasional. Ramos-Horta, penerima Nobel Perdamaian, dikenal memiliki gaya kepemimpinan diplomatis dan fokus pada penguatan institusi negara.
6. Dari sisi ekonomi, Aceh dan Timor Leste memiliki kekuatan yang berbeda. Populasi Aceh diperkirakan mencapai 5,4 juta jiwa (2024), sedangkan Timor Leste sekitar 1,4 juta jiwa. Namun, Timor Leste memiliki keunggulan dalam pengelolaan dana kekayaan negara melalui Petroleum Fund (SWF).
7. Petroleum Fund Timor Leste memiliki nilai mencapai lebih dari USD 19 miliar. Dana ini menjadi sumber utama pembiayaan negara dan dijalankan dengan prinsip kehati-hatian serta transparansi tinggi. Pemerintah Timor Leste bergantung pada dana ini untuk membiayai pembangunan dan kesejahteraan rakyat.
8. Sebaliknya, Aceh mengandalkan Dana Otonomi Khusus (Otsus) dan pengelolaan migas melalui Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA). BPMA memiliki peran strategis, namun hasil pengelolaannya belum maksimal mendongkrak perekonomian Aceh. Banyak kritik mengarah pada efektivitas BPMA dan pemanfaatan dana Otsus.
9. PDB per kapita Timor Leste sekitar USD 1.500 (2023), sedangkan Aceh sekitar Rp 52 juta per kapita atau setara USD 3.300. Walau Aceh unggul secara nominal, tingkat kemiskinan dan pengangguran masih tinggi, menunjukkan distribusi ekonomi belum merata.
10. Di bidang perbankan, Bank Aceh Syariah menjadi lembaga keuangan daerah yang cukup besar. Namun, fungsinya lebih sebagai bank komersial dan belum menjadi instrumen kuat dalam mendukung ekonomi daerah secara luas.
11. Di Timor Leste, fungsi bank sentral dijalankan oleh Banco Central de Timor-Leste (BCTL), yang berperan sebagai regulator moneter dan stabilitas sistem keuangan. Timor Leste menggunakan dolar AS sebagai mata uang resmi, sehingga inflasi dan nilai tukar lebih stabil dibanding daerah lain.
12. Dari segi transparansi pengelolaan keuangan, Timor Leste sering mendapat pujian dari lembaga internasional, terutama dalam hal pengelolaan Petroleum Fund. Sementara Aceh masih menghadapi tantangan dalam transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana Otsus.
13. Dalam hal ketahanan ekonomi, Timor Leste tergolong rentan karena sangat tergantung pada migas. Namun, mereka berupaya melakukan diversifikasi melalui sektor pertanian dan pariwisata. Aceh pun menghadapi tantangan serupa, tergantung pada dana pusat dan migas.
14. Gaya kepemimpinan Mualem lebih fokus pada konsolidasi internal dan menjaga warisan perjuangan GAM. Sedangkan Xanana lebih terlibat dalam konsolidasi nasional dan regional, dengan fokus pada diplomasi dan investasi asing.
15. Ramos-Horta kerap melobi negara besar untuk mendukung pembangunan Timor Leste, sementara Malik Mahmud lebih pada memperkuat identitas dan adat Aceh, bukan sebagai aktor dalam diplomasi internasional.
16. Dalam kerangka otonomi, Aceh memiliki wewenang luas, namun sering terkendala dalam implementasi kebijakan ekonomi. Timor Leste sebagai negara merdeka punya keleluasaan penuh, namun menghadapi keterbatasan SDM dan infrastruktur.
17. Program sosial dan ekonomi Timor Leste terpusat dan bersumber dari Petroleum Fund, yang memungkinkan pembangunan infrastruktur dan layanan dasar. Aceh memiliki anggaran besar dari Otsus, namun hasil pembangunan masih dipertanyakan.
18. Timor Leste berhasil menjaga stabilitas politik, meski rentan gejolak. Aceh masih sering mengalami dinamika politik lokal yang berimbas pada stabilitas pemerintahan.
19. Ke depan, keduanya menghadapi tantangan global seperti transisi energi dan diversifikasi ekonomi. Aceh harus memperkuat sektor non-migas dan memperbaiki tata kelola keuangan daerah. Timor Leste perlu meningkatkan SDM dan mengurangi ketergantungan pada migas.
20. Kesimpulannya, gaya kepemimpinan dan struktur ekonomi Aceh dan Timor Leste sangat berbeda. Aceh unggul dalam populasi dan potensi ekonomi domestik, namun Timor Leste lebih solid dalam pengelolaan kekayaan negara dan stabilitas fiskal. Keduanya menjadi studi menarik dalam pembangunan pasca-konflik di Asia Tenggara.
Dibuat oleh AI
0 Komentar