Pengakuisisian itu dilakukan setelah referendum yang menunjukkan mayoritas ingin bergabung dengan Rusia. Donetsk dan Lugansk di Donbass termasuk di antaranya.
Ukraina menyebutnya sebagai referendum yang memalukan dan segera menandatangani dokumen permintaan Ukraina untuk masuk NATO secara jalur cepat.
Padahal jika melihat konstalasi politik di Yaman, juga terjadi fenomena serupa walau tak benar-benar mirip.
Usai menguasai Shabwa, milisi separatis Yaman Selatan STC mulai melebarkan sayapnya ke Hadramaut khususnya lembah Hadramaut yang dulunya eks wilayah Negara Al Katiri.
Dari Ibukota Mukalla, yang merupakan eks ibukita Kesultanan Quaiti, STC mengirimkan koordinator lapangan atau korlap mendorong masyarakat di Seiyun eks ibukota Negara Al Kathiri dan pusat pemerintahan Wadi Hadramaut untuk berunjuk rasa agar pasukan Kodam Satu yang berpusat di Seiyun segera meninggalkan diri menuju Marib atau perbatasan dengan kelompok Houthi.
Sesuai dengan perjanjian di Riyad memang semua pasukan militer pemerintah Yaman yang sah termasuk para kodam harus pindah ke perbatasan membendung pergerakan kelompok Houthi.
Hal itu mengingat jumlah personel di Kodam perbatasan dengan Houthi lebih sedikit dari lainnya.
Pengerahan semua personel kodam itu diharapka dapat meningkatkan konsentrasi militer ke angka 300 ribu pasukan melawan militer Houthi yang kini sekitar 200 ribuan.
Sebagai gantinya, STC yang menjadi bagian dari koalisi akan membentuk pasukan teroterial di Hadramaut bernama Tentara Pertahanan Hadramaut. Gajinya akan diberikan oleh pemerintahan STC dukungan Uni Emirat Arab.
Pasukan ini akan berkekuatan 25 ribu personel untuk menambah Pasukan Elite Hadrami yang sudah ada dan selama ini digunajan oleh UAE memberantas Alqaeda di berbagai wilayah.
Masalahnya adalah meski aksindemo tersebut cukup banyak, rakyat di lembah Hadramaut juga curiga dengan STC meski para pejabatnya sebagiab adalah orang-orang Hadrami seperti jubir STC Ali Abdullah Al Katiri.
Apakah jika pasukan Kodam Satu keluar, apakah warga Wadi atau Lembah Hadramaut diberikan otonomi khusus?
Jika sebelumnya meninggalkan Lembah Hadramaut pasukan Kodam Satu memberikan ijin kepada warag untuk mendirikan kembali Negara Al Katiri di Seiyun, bukankah itu akan memancing perang horizontal sesama warga Hadrami?
Meski narasi STC bahwa pasukan pemerintah dari Kodam Satu merupakan kelompok Al Ishlah atau Partai Reformasi dan statusnya adalah penjajah, bukankah orang Lembah Hadramaut khususnya esk wilayah A Katiri juga akan bisa nanti menganggap STC adalah penjajah juga?
0 Komentar