Menteri Pertahanan dari Kalangan Milenial Pemerintahan IEA Taliban Afghanistan Ternyata Masih Berusia 31 Tahun?

Mullah Mohammad Yaqoob atau Mulla Yaqoob yang dituntuk oleh pemerintahan IEA Taliban di Afghanistan dilaporkan masih berusia muda sekitar 31 tahun (ada yang sebut baru 24 tahun) dan masuk menjadi salah satu menteri milenial di kabinet.

Semua mata tertuju ke sosok satu ini karena sebelumnya walau mendapat tugas sebagai ketua komisi militer, dirinya tidak pernah kelihatan kecuali hanya melalui suara.

Hal itu dapat dimaklumi bukan saja karena posisi nya sangat vital tapi kuga karena dia merupakan anak daru Mulla Omar pendiri gerakan Taliban.

Isu mengenai kematiannya sudah menjadi rumor setiap saat terjadi gejolak politik.

Saat ayahnya wafat, dia diisukan dibunuh oleh pendukung salah satu penggantinya Mullah Akhtar Mansour yang saingan dengan Mulla Muhammad Mansour menjadi pimpinan tertinggi Taliban. Pendukung Mumammad Mansour sempat menjadi dominan dan dikenal dengan nama High Council of Islamic Emirate of Afghanistan atau HCIEA.

Sementara yang tidak gabung dengan Taliban HCIEA disebut Taliban saja.

Dia membantah kabar tersebut walau dirinya tak akui kepemimpinan keduanya.

Saat Akhtar Mansour digantikan oleh Haibatullan Alkhundzada barulah dia masuk dalam struktur sebagai deputi. Bahkan pernah menjabat sebagai pimpinan tertinggi saat Akhundzada teepapar Covid-19.

Dalam tugasnya sebagai Menhan, dia didampingi panglima angkatan bersenjata baru Qari Fasihuddin Al Badakhshani seorang gubernur dari Basakhsan yang sebelumnya berhasil dalam penumpas pemberontakan di Panjshir.

Kemenhan Afghanistan mempunyai tugas berat ke depannya. Salah satunya melakukan modernisasi militer menjadi lebih peofesional.

Kemungkinan milisi Taliban yang berjumlah 100 ribu orang akan dikembangkan menjadi sebuah kekuatan yang mirip dengan Garda Nasional di AS atau IRGC di Iran yang mempunyai emoat matra; darat, udara, laut (sungai) dan roket (rudal balistik).

Jumlahnya bisa membengkak menjadi sekitar 5 juta sebagaimana Basij di Iran untuk memastikan keamanan negara.

Ini menjadi sebuah sistem 'bela negara' di Afghanistan yang sangat diperlukan untuk menjamin kesinambungan negara dan pemerintahan.

Pakistan dilaporkan beberapa waktu lalu sudah siap melakukan kerja sama antar negara dengan Afghanistan yang meliputi pelatihan militer secara profesional.

Permasalahan kedua yang dihadapi Kemenhan Afghanistan adalah perawatan alutsista bekas AS yang ditinggalkan secara langsung maupun yang sebelumnya milik negara pada pemerintahan Ghani.

Jika tak dirawat, persenjataan itu akan cepat usang dan tidak bisa dipakai lagi sebagaimana persenjataan di era Soviet yang sampai sekarang masih teronggok di gudang.

Kemenhan harus mempunyai BUMN pertahanan yang kuat yang mampu merawat, mereproduksi suku cadang maupun meningkatkan kemampun semua alutsista tersebut.

Tugas ini dapat diberikan kepada BUMN atau satuan khusus di militer bidang perawatan maupun direktorat sipil di Kemenhan sebagaimana DRDO di India.

Sebuah BUMN baru juga mendesak untuk didirikan untuk memproduksi pesawat, drone maupun alutsista baru mengingat banyak pesawat milik negara di bandara dirusak AS dkk saat evakuasi berakhir 31 Agustus 2021 lalu.

Tantangan berikutnya adalah bagaimana membuat militer dan perangkat di Afghanistan mampu bertahan dalam lingkungan '5th Generation Warfare' yang sekarang menjadi tren peperangan di dunia. Perang tidak lagi dilakukan dengan senjata tapi disinformasi melalui media dan peralatan lainnya.

Pembekuan cadangan devisa Bank Sentral Afghanistan di beberapa bank di AS dan Bank Dunia merupakan bagian dari perang ini selain menggunakan narasi 'wanita' untuk mereduksi legitimasi pemerintah oleh NGO-NGO yang dulunya didanai The Bush Center dll.


Tugas Panglima Bersenjata yang baru Qari Fasihuddin juga tak kalah pelik.

Dia hatus bisa membentuk struktur militer yang kuat dan dapat menampung eks tentara pemerintah sebelumnya khususnya bagi yang ingin bergabung.

Di satu sisi, militer Afghanistan yang baru nantinya akan mendapat banyak SDM yang sudah siap tugas namun di sisi lain terdapat potensi 'trojan horse' yang dapat digunakan pihak luar menghancurkan Afghanistan dari dalam.

Kebanyakan militer Afghanistan di era sebelumnya bersuku tajik eks Aliansi Utara, sehingga posisi Qari Fasihuddin yang beretnik Tajik diperkirakan akan mudah merangkul eks tentara Afghan sebelumnya.

Posting Komentar

0 Komentar