Dalam politik AS, Benjamin Netanyahu disebut sebagai salah satu tokoh yang sukses menerjemahkan setiap permusuhan dan pembantaian kepada warga Palestina yang dilakukannya sebagai nilai tambah untuk popularitasnya.
Hasilnya dia sukses menjadi PM lebih dari satu dekade. Bahkan di saat Presiden Barack Obama memerintah, dia praktis dapat 'mengkudeta' kebijakan Obama dan bertindak sebagai 'presiden bayangan' AS yang dicintai warga AS dan anggota kongres. (baca)
Lebih jauh dari itu, dia juga disebut pengamat mampu mendikte Obama dalam soal kebijakan Gedung Putih kepada Iran.
Tentu Obama marah dan kesal dengan kelancangan Netanyahu, namun dalam tradisi AS, kebijakan Israel adalah kebijakan AS juga.
Maka tak heran, usaha Obama untuk mendekatkan AS dengan dunia Islam gagal total disabotase Netanyahu.
Kelompok FSA yang didukung Obama di Suriah dilibas habis oleh ISIS yang sudah dikendalikan Mossad.
Walau keduanya sama-sama peliharaan AS, namun terlihat misi FSA adalah di Suriah dan Alqaeda (yang kemudian menjadi ISIS) hanya diplot untuk di Irak. Tapi belakangan ISI keluar dari Alqaeda dan menjadi ISIS di Suriah dan Irak.
Netanyahu juga berhasil menangkan Donald Trump 'bersama' Rusia dan memaksakan kebijakan sendiri menggantikan versi Obama menjadi 'Abraham Accord' minus Iran.
Kesepakatan ini berusaha menekan negara-negara Arab akui Israel. UAE, Bahrain, Sudan dan Maroko akhirnya menurut.
Mirip dengan cerita Netanyahu ini, di dalam sejarah Palestina juga punya karakter yang mirip yaitu Abu Nidal.
Lahir dengan nama Sabri Khalil Al Banna merupakan anak dari seorang Miliarder Palestina dari Jaffa.
Keluarganya hidup berkecukupan bahkan mempunyai villa di berbagai negara termasuk Siprus saat era Ottoman atau Utsmaniyah tersebut. Walau secara de jure Palestina merupakan wilayah Ottoman, namun Palestina berada dalam mandat Inggris sebagai akibat PD I.
Namun kelompok teroris Yahudi Zionis Irgun menghancurkan kehidupan keluarga tersebut yang membuat Abu Nidal kecil harus menjadi pengungsi ke Gaza, Mesir dan Arab Saudi.
Harta kekayaan ayah mereka direbut oleh geng teroris Irgun yang awalnya hanya datang mengungsi dari Eropa namun akhirnya anak keturunan teroris ini menjadi pejabat di negara Israel yang baru dimerdekakan.
Abu Nidal masih bernasib baik dibandingkan pengungsi lainnya karena bisa sekolah dan akhirnya bekerja di perusahan Aramco milik patungan AS dan Saudi.
Namun perjalanan karirnya di dunia migas terganggu saat Israel terus mengganggu negara-negara Arab tetangganya.
Dia akhirnya bergabung dengan Partai Politik Fatah pimpinan Yaser Arafat yang masuk dalam koalisi PLO.
Persamaan Abu Nidal dengan Netanyahu adalah dia juga berusaha 'mengkudeta' Raja Yordania yang sejatinya adalah yang menolong dan membantu meringankan penderitaan warga pengungsi Palestina.
Walau akhirnya Fatah berdamai dengan Yordania namun dia akhirnya mendirikan faksi revolusioner di Fatah dan menjadikan Irak sebagai markasnya. Namun justru di Iraklah kehidupannya berakhir jelang penggulingan Saddam Husein oleh AS tahun 2002.
0 Komentar