Kisah Empat Negara Islam yang Tak Diakui Dunia tapi Ditelantarkan

Saat ini terdapat beberapa negara 'defacto' yang tidak diakui di dunia yang penduduknya sebagian besar adalah Muslim.

Keunikan empat negara atau wilayah ini adalah banyak negara tak mengakuinya tapi diterlantarkan oleh induk negaranya. Bahkan keempatnya kurang mendapat tempat di PBB maupun OKI kecuali Sahrawi.

Artinnya negara induknya juga tak ingin menguasainya atau merebutnya kembali alias diterlantarkan begitu saja dengan beberapa sebab.

Keempat negara ini tidak termasuk pemerintahan SG, SIG maupun SDV Suriah karena walaupun rejim Bashar Al Assad menelantarkannya namun mereka dapat hidup dengan relatif baik dan memiliki 'pemerintahan de facto'.

Mereka ini mirip dengan Abkhazia dan South Ossetia di Georgia, Negara Lugansk dan Donetsk di Ukraina, Siprus Utara dan lain sebagainya.

Keempatnya adalah Negara Azawad atau Azawagh di Mali Utara, Negara Polisario atau Sahrawi di Maroko, Al Rukban dan Republik Logone di Afrika Tengah.

1. Negara Azawad

Negara Azawagh berdiri pada tahun 2012 di Mali Utara oleh kelompok masyarakat yang terpinggirkan dari Suku Tuaregh.

Suku ini sudah lama tidak mengenal pembangunan sehingga saat pejuang kemerdekaan MNLA memerdekakan diri, praktis tak ada infrastruktur di wilayah yang diklaim.

Kemerdekaan ditolak oleh beberapa negara Afrika dan mengancam akan mengirim pasukan Uni Afrika untuk membubarkan negara tersebut.


Melihat ancaman tersebut, MNLA mulai mengajak berunding pemerintah Mali yang sampai sekarang belum membuahkan hasil.

Karena struktur negaranya baru berdiri setahun sebelum ancaman Uni Afrika praktis terjadi kevakuman sehingga keamanan kurang terjamin.

Pemerintahan Mali juga tidak berniat menurunkan pasukan di daerah tersebut atau memperkuat pemerintahan daerah karena negara Mali sendiri didera masalah politik saling kudeta dan menjamurnya kelompok terorisme.

MNLA yang sebagian besar kelompok Tuaregh ini kemudian ditantang juga oleh milisi Arab yang tidak mendukung kemerdekaan namun hanya otonomi yang lebih luas.

Akibatnya MNLA sampai saat ini tidak bisa wujudkan kemerdekaannya karena juga harus sibuk berkompetisi dengan kelompok-kelompok lainnya yang mempunyai tujuan dan misi yang berbeda-beda.

2. Negara Polisario atau Sahrawi.

Negara ini sudah dimerdekakan namun sebagian besar wilayahnya dikuasai oleh pasukan Maroko kecuali beberapa kilometer dengan perbatasan Aljazair.

Praktis wilayah yang sedikit ini adalah wilayah negara baru tersebut yang kadang direbut dan ditinggalkan kembali oleh militer Maroko.

Daerah buffer zone itu diciptakan Maroko agar militer mereka tidak harus mengejar pemberontak ke wilayah Aljazair.

Pemerintahan Sahrawi sendiri berada di wilayah Aljazair.

Walau sesekali kembali ke wilayah 'buffer zone' yang berada di Maroko itu namun tidak bisa berlama-lama karena kembali akan dikepung Maroko.

Daerah buffer tersebut juga dibiarkan hanya padang pasir tidak mengalami pembangunan oleh pemerintah Maroko.

Jika ingin masuk ke wilayah yang dikuasai militer maka dianggap menjadi warga Maroko dan tidak diijinkan untuk kembali.

3. Al Rukban

Al Rukban ini sebenanrnya adalah kamp pengungsi di Suriah berbatasan dengan Yordania.

Mereka korban konflik yang akan mengungsi ke Yordania. Namun karena jumlah pengungsi yang sudah banyk di Yordania, perbatasan langsung ditutup sehingga puluhan ribu orang terjebak dan tersangkut di daerah tersebut.

Wilayah yang masuk dalam kekuasan FSA bagian selatan dan koalisi AS nya itu juga tidak dalam penguasaan rejim Bashar Al Assad.

Hasilnya hanya padang pasir tanpa infrastruktur apapun.

Awalnya wilayah tersebut merupakan jalur mengembala ternak menuju Irak dan Yordania yang hanya berisi gubuk-gubuk peristirahatan peternak.

Kini puluhan ribu tenda pengungsi berserakan di wilayah yang lebih besar dari Golan tersebut.

Baik AS dan koalisi maupun sisa FSA yang menguasai wilayah Al Rukban melalui pangkalan Al Tanf, tidak berusaha mengatur atau membentuk kepengurusan kamp tersebut alias lepas tangan.

Akhirnya warga membentuk kepengurusan sendiri dipimpin oleh para peternak yang memiliki gubuk-gubuk tersebut.

Bantuan PBB juga tidak bisa masuk melalui Yordania, dan jika masuk melalui wilayah Suriah juga dicegah atau dipersulit oleh Assad yang ingin pengungsi keluar dari daerah tersebut.

Kebanyakan pengungsi menolak untuk keluar karena mereka yang sudah keluar ternyata ditahan di kamp pengungsi lain di Homs yang mirip seperti penjara karena penuh interogasi. Para pengungsi itu juga takut akan dipaksa untuk menjadi anggota milisi Asssad.

Secara de fakto wilayah ini dapat disebut setengah milik AS dan koalisi dan setengah milik FSA yang tak berafiliasi ke SIG maupun SG. Namun secara dejure milik Suriah sebagaimana Golan.

4. Republik Logone adalah sebuah megara atau proto state yang didirkan oleh kaum minoritas FPRC di Republik Afrika Tengah (CAR).

Sebagaimana semua wilayah di atas yang tidak diperhatikan pusat, daerah Logone juga sama. Justru kehadiran pemberontak menghadirkan pembangunan dan keamanan di kala pusat tak perduli.

Kebetulan di Logone itu dulu terdapat Kesultanan Islam yang sudah punah bernama Kesultana Al Kuti namun strukturnya telah berubah menjadi lembaga adat.

Uniknya Logone tidak memproklamasikan diri menjadi sebuah negara tapi republik otonom yang ingin mendirikan wilayah otonomi.

Namun karena pemerintahan CAR juga tak perduli dan tak ingin membangun daerah tersebut maka sudah secara de facto otonom.

Uniknya, kehidupan politik di Logone cukup stabil minus insfrastruktur dan malah ikut meramaikan politik CAR. Artinya mereka menjadi 'king maker' bagi politisi yang ingin sukses di pusat.

Posting Komentar

0 Komentar