Ketika dunia Arab melancarkan revolusi yang menumbangkan kediktatoran layaknya domino pada awal 2011, nasib Bashar al-Assad di Suriah terkesan di ujung tanduk.
Pengaruhnya di tubuh pemerintah dikenal lemah, dibandingkan sang ayah, Hafez, atau saudara laki-lakinya, Bassel Assad, yang sempat menjadi pewaris tahta sebelum meninggal dunia. Bashar adalah seorang ahli bedah mata jebolan Inggris.
Tapi sepuluh tahun kemudian, kekuasaannya menyintasi isolasi internasional dan perang yang sempat menyusutkan dua pertiga wilayah teritorial Suriah.
Ketika aksi protes pertama kali meletus di Suriah pada bulan Maret 2011, ada keraguan apakah minoritas Alawit yang berkuasa akan mampu menahan gelombang pemberontakan Musim Semi Arab yang secara dramatis membentuk kembali wilayah tersebut.
Assad adalah dokter mata yang mengenyam pendidikan di London dan sempat enggan meneruskan kepemimpinan ketika ayahnya yang bertangan besi, Hafez, meninggal dunia pada tahun 2000.
Tetapi kesabaran dan ketenangannya - ditambah dengan cengkeramannya pada aparat keamanan, pelepasan Barat, dan dukungan Rusia dan Iran di antara faktor-faktor lain - menyelamatkannya dari kekalahan, kata para analis.
"Bertahun-tahun setelah seluruh dunia menuntut dia pergi dan mengira dia akan digulingkan, hari ini mereka ingin berdamai dengan dia," kata politisi veteran Lebanon Karim Pakradouni.
0 Komentar