Tercatat, Angkatan Bersenjata Yaman telah melakukan dua kali perubahan besar dalam satu dekade terakhir.
Perubahan pertama dilakukan oleh Presiden Abd Rabbuh Mansour Hadi yang saat itu baru saja menjabat sebagai presiden menggantikan Abdullah Saleh.
Restrukturisasi itu dilakukan menyusul pembangkangan Garda Republik khususnya anak Abdullah Saleh, Ahmed yang menolak mengembalikan kendali unit rudal balistik ke presiden.
Ahmed Saleh akhirnya dipecat dari kemiliteran dan ditugaskan menjadi Duta Besar di Uni Emirat Arab.
Segera setelah itu, kelompok Houthi melakukan penguasaan sejumlah lembaga negara sehingga memaksa Hadi untuk memindahkan ibukota ke Aden.
Dari Aden dan Riyadh, Hadi kembali melakukan perubahan mendasar karena hanya 1/3 kekuatan angkatan bersenjata yang setia kepadanya.
Saat itu, 2/3 kekuatan militer yang masih loyak kepada mantan Presiden Abdullah Saleh bergabung dengan Houthi.
Dapat disebut Hadi seperti membentuk tentara nasional baru dari awal meski mendapat dukungan dari Kodam I yang berpusat di wilayah Lembah Hadramaut.
Rekrutmen besar-besaran kemudian dilakukan dengan melebur milisi Partai Al Islah ke angkatan bersenjata.
Pasukan Hadipun mulai kembali ke postur lama dari yang tersisa 60 ribu menjadi sekitar 300 ribu kekuatan. Walau belum kembali ke jumlah sebelumnya sekitar 400-500 ribu personel pasukan.
Pasukan Hadi berhasil merebut kembali beberapa wilayah dari gabungan pasukan Houthi dan Abdullah Saleh khususnya Marib, Al Jawf, Hodeidah dan beberapa kawasan penting di Yaman Selatan.
Sekitar 1/4 eks wilayah Yaman Utara kini dikuasai oleh pemerintah.
Sementara di pihak Houthi juga terjadi goncangan internal saat Abdullah Saleh secara sepihak menawarkan proposal perdamaian ke pemerintah.
Ini membuat kelompok Houthi marah dan mengeksekusi Abdullah Saleh dan beberapa anggota keluarganya. Brigjen Tarik Saleh sepupunya yang memimpin Garda Republik berhasil melarikan diri dan bergabung dengan pemerintah.
Meski Abdullah Saleh tewas, kader Partai Kongres Rakyat Umum pimpinan Abdullah Saleh yang bergabung di kabinet tidak mengundurkan diri dan tetap menjadi bagian dari koalisi pemerintahan Houthi di Sanaa yang tidak diakui PBB.
Kesempatan ini dilakukan oleh Houthi untuk membubarkan militer di bawah pemerintahan mereka dan membentuk yang baru.
Meski begitu Houthi tetap mempertahankan beberapa struktur penting hanya berganti prajurit. Kini sebagian besar anggota milisi Houthi dilebur ke militer Sanaa dengan semua posisi kunci sampai panglima angkatan bersenjata dipegang kader Houthi.
Beberapa pengamat menilai, kelompok Houthi lebih sukses melakukan restrukturisasi militer versi mereka dibandingkan Hadi.
Hal itu karena militer Sanaa berada di bawah satu komando Houthi dan itu dipatuhi oleh anggota militer lainnya meski afiliasinya ke Partai Kongres.
Sementara itu di angkatan bersenjata pemerintah, semua posisi kunci dipegang oleh kader militer Partai Kongres versi Riyadh anak buah Mayjen Ali Mohsen Al Ahmar sepupu Abdullah Saleh yang saat itu menjabat sebagai wapres. Namun posisi penting operasional berada di tangan militer pro Partai Al Islah.
Sementara kelompok selatan yang bergabung belakangan merasa dipinggirkan sehingga mereka membentuk Dewan Transisi Selatan atau STC dan bertindak sebagai pemerintahan de facto Yaman Selatan. Mereka juga memiliki milisi kuat di luar angkatan bersenjata dan pernah berhasil mengusir pasukan Hadi dari Aden.
Usai perjanjian damai di Riyadh, STC mensyaratkan pembagian jabatan 50-50 dengan kelompok utara. Ini artinya posisi jabatan penting kader Partai Kongres dan Al Islah akan berkurang. Hadi kemudian menyerahkan kekuasaan kepada Presiden Rashad Alimi yang mengetuai dewan presidium Yaman (PLC).
Selain itu muncul juga milisi lain eks Garda Republik pimpinan Tarik Saleh yang berada di luar struktur angkatan bersenjata.
Meski milisi Perlawanan Nasional ini mendukung pemerintah, namun kemistrinya belum melebur khususnya ke milisi STC dan tentara yang berafiliasi dengan Al Islah.
Maka tak heran pemerintah daerah di provinsi Taiz pro Islah yang dikepung kelompok Houthi kemudian melakukan rekrutmen untuk lembaga baru bernama milisi 'kemenangan' Taiz di luar struktur angkatan bersenjata dengan kekuatan yang sama untuk mengimbangi milisi Tarik Saleh yang berpusat di kota pantai Mocha masih di provinsi Taiz.
Pejabat militer Taiz menduga, milisi Tarik Saleh sengaja membiarkan Houthi melakukan pengepungan tanpa memberi bantuan. Mereka tak ingin kejadian Shabwa terulang saat milisi STC mengambilalih kendali provinsi dari pejabat Al Islah.
Ini menjadi salah satu contoh saling curiga antara milisi koalisi pemerintah.
Belum diketahui apakah Presiden Rashad Al Alimi akan menyetujui usulan restrukturisasi militer yang ketiga ini atau tidak. Namun dapat dipastikan restrukturisasi ini akan berpengaruh pada keseimbangan kekuatan militer di antara koalisi pemerintah.
Jika itu berdampak baik maka kemungkinan Houthi dapat dikalahkan dalam waktu dekat. Namun jika restrukturisasi itu berdampak buruk maka kemungkinan posisi Houthi akan semakin kuat dalam konstalasi politik di masa mendatang.
0 Komentar