Walau pada awalnya ISIS terbentuk dari 'rekayasa AS dkk' yang ingin menarik diri dari Irak tahun 2011, dicampur dengan elemen 'Operation Gladio B' dari NATO, juga operasi klandestine Rusia dan Suriah paska jatuhnya Presiden Saddam Husein sampai Musim Semi Arab, namun tidak ada pihak yang ingin mengakui ISIS sebagai sebuah negara 'sahabat'.
Walau begitu para pengamat yang mengakui berdalih bahwa ISIS sudah mempunyai pemerintahan sendiri, punya wilayah dan rakyat bahkan lebih lengkap dibandingkan dengan 'Ordo Malta' di Katolik yang diakui sebagai sebuah negara dan mengeluarkan paspor sendiri.
Posisi ISIS lebih kurang mirip dengan Vatikan hanya saja negara Katolik ini menjadi teman dengan AS dkk dan menjalankan misinya dengan cara-cara klandestin bukan seperti ISIS yang populis.
Namun mereka yang membantah menyebut bahwa syarat menjadi sebuah negara harus ada pengakuan dari PBB atau setidaknya salah satu negara anggota PBB.
Sekedar catatan, Christopher Ruddy, pemred di Newsmax Media, Inc. sekaligus sarjana di kebijakan publik menyanggah pernyataan Presiden Barack Obama saat itu yang menyebut ISIS sebagai organisasi. Dia lebih yakin ISIS adalah sebuah negara walau bagi AS adalah sebuah negara musuh.
Dari argumen ini maka Abkhazia, South Ossetia, Kosovo dll mempunyai level yang lebih tinggi dari ISIS dalam hal kelengkapan negara karena ISIS tidak ada yang mengakuinya secara terang-terangan walau di belakang layar layar intelijen mereka merupakan pemain inti di ISIS.
Lalu, apa yang terjadi jika AS dkk atau PBB mengakui ISIS sebagai sebuah negara? Secara umum tidak berpengaruh apapun karena ISIS bukan sebuah negara yang memiliki senjata nuklir seperti Israel.
Kemungkinan sedikit agak mengganggu kenyamanan negara-negara Islam dengan legitimasi pengaruh ISIS, akan tetapi negara-negara berpenduduk Islam tidak harus mengakui keabsahan kekhalifahan ISIS.
Itu bukan hal yang baru. Saat Ottoman dihapuskan oleh Turki, negara-negara Islam juga tidak mengakui Kekhalifahan Syarifiah yang dideklarasikan setelah itu yang belakangan hanya tinggal Yordania (sebelumnya termasuk Suriah dan Irak).
Dan lebih dari itu, negara-negara Islam juga tak menjadikan Arab Saudi sebagai khilafah baru.
Tapi akan sangat berbahaya jika AS mengakui ISIS secara terang-terangan dan menjadikan ISIS untuk memaksakan kehendak ke negara-negara Islam.
Itu sudah pernah menjadi preseden buruk saat AS pernah berkoalisi dengan Ottoman dan meminta Kerajaan Islam Sulu di Filipna sebagai milik AS.
Karena Sulu mengakui otoritas Ottoman akhirnya sampai sekarang mereka terjajah. Jerman juga melakukan itu di PD I. (Lihat video).
Untungnya, ISIS hanya dijadikan bancakan dan tidak diakui secara terang-terangan oleh pihak pelaku rekayasa di baliknya sehingga kini hanya dijadikan sebagai umpan balik kebijakan AS dkk di daerah yang mempunyai minoritas Muslim tertindas seperti Mozambik, Burkina Faso dll, baik untuk tujuan ekonomi maupun untuk politik demografi sebagai alasan untuk menghilangkan eksistensi komunitas Islam dari negara tersebut.
Dalam konteks Taliban di Afghanistan, masyarakat dunia sebenarnya mengakuinya sebagai sebuah negara. Namun tidak mengakui legitimasi pemerintahan IEA Taliban baik karena takut dengan AS dkk maupun karena inisitif sendiri.
Sehingga jelas tidak ada yang meragukan Afghanistan di bawah Taliban berbeda dengan ISIS yang dipersoalkan apakah sebuah negara atau organisasi.
Jika ISIS dianggap hanya sebuah organisasi maka posisinya mirip Hizbut Tahrir, World Muslim League (WML), OKI, RSS (supremasi Hindu) bahkan mirip dan menjadi pesaing PBB.
0 Komentar