Menurut warga lokal, harga melambung tinggi sampai melebihi 400 persen pada sayuran, buah-buahan dan kain sebagainya.
Hal ini membuktikan bahwa Assad yang menguasai 60 persen Suriah masih memiliki sejumlah keunggulan dalam ekonomi.
Sementara itu, AANES yang menguasai 1/3 wilayah Suriah namun memiliki 70 persen ladang migas belum bisa mengamankan harga pangan di wilayahnya.
Wilayah AANES memang dikenal juga sebagai lahan pertanian. Namun mereka lebih banyak menanam gandum yang menjadi makanan pokok.
Sementara wilayah Assad, selain swasembada gandum juga menjadi penghasil buah-buahan dan hasil pertanian lainnya.
Uniknya, meski sebagian warga Suriah khususnya di wilayah yang dikuasai oposisi mengalami kelangkaan hasil pertanian, Assad malah dilaporkan sedang membuka peluang ekspor ke Irak, Yordania, Aljazair dan Oman.
Ekspor ke luar negeri akan membawa dana segar ke rejim di tengah embargo ekonomi yang diterapkan AS.
Irak dilaporkan mulai mengurangi ketergantungan impor dari Tiongkok akibat Covid-19. Produk pertanian dan industri tekstil serta lainnya dari Suriah menjadi semakin populer di Irak.
Karena mata uang Suriah jatuh akibat embargo, otomatis impor dari Suriah menjadi lebih murah dari Tiongkok.
Apalagi Suriah memang dikenal lama mempunyai basis industri bahkan sejak era Ottoman atau Khilafah Utsmaniyah.
Peluang untuk impor produk murah Suriah juga dilirik Yordania yang selama ini bergantung pada produk Israel yang memang dikenal murah karena surplus hasil pertaniannya.
Apa yang dilakukan oleh rejim sebenanrnya tidak beda dengan AANES. Meski sebagian besar wilayah Suriah masih mengalamk kelangkaan minyak, malah minyak Suriah yang dikuasai AANES diekspor ke pasar luar melalui Kurdistan Irak.
0 Komentar